Resep Kue Putri Ayu Mawar

Resep Kue Putri Ayu Mawar
 
 

Bahan-bahan :

75 gr gulpas
150 gr tepung terigu
2 butir telur
100 santan kelapa
1 sdt sp
secukupnya garam
vanili bubuk
kelapa parut dari setengah butir kelapa
minyak goreng
secukupnya pewarna makanan

Langkah :

Panaskan dandang utuk mengukus

Dalam wadah lain kocok telur gula dan sp sampai mengembang dengan kecepatan maksimal (kental dan pucat warnanya)

Tambahkan santan sedikit demi sedikit dengan kecepatan rendah hingga rata

Kemudian tambahkan terigu sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan spatula hingga rata bagi adonan menjadi dua dan diberi warna satu hijau dan satu merah

Kelapa dikukus dengan diberi sedikit garam (kurleb 15 menit)

Kemudian olesi cetakan mawar dengan minyak goreng

Tekan kelapa pada cetakan hingga padat kemudian tuangkan adonan pertama merah satu sendok kemudian hijau satu sendok

Kukus kurleb 20 menit

Selamat mencoba Bunda, jangan lupa like and share resep kami ;)

PETERPAN "YANG TERDALAM"

Chord Gitar Peterpan - Yang Terdalam

Intro : C F G C C F
Lepas semua yang ku inginkan G C
Tak akan ku ulangi C F
Maafkan jika kau ku sayangi G C
Dan bila ku menanti C F
Pernahkah engkau coba mengerti G C
Lihatlah ku disini C F
Mungkinkah jika aku bermimpi G C
Salahkah tuk menanti

CHORD :
Interlude : C A# G# G C A# G# G
Reff : C F Takan lelah aku menanti G C

Takan hilang cintaku ini C F
Hingga saat kau tak kembali G C
Kan ku pendam dihati saja
Interlude : C A# G# G 4x C F G C C F G C
Kau telah tinggalkan hati yang terdalam C F G C
Hingga tiada cinta yang tersisa dijiwa

Perempuanku


Aku yakin, niat tulusmu memaksimalkan waktu dengan cara mencerdaskan & menggali pengalaman diri adalah sebagian untuk generasimu. Generasi yg akan engkau didik esok ‪#‎perempuanku

Pemuda itu harus memiliki semangat yang tinggi. Karena pemuda adalah harapan bangsa.
Aneka kue/Jajanan jawa, pemesanan lebih mudah, kuenya enak-enak.

https://www.facebook.com/pages/Aneka-Jajanan-Jawa/782122325192575


Padi Segera Menguning



Langit kelam dalam guyuran hujan yang lebat. Kilat menjilat sambung-menyambung seperti ingin membakar langit kelabu. Halilintar bersahut-sahutan tiada henti bagai ingin membelah bumi yang diinjak manusia dan makhluk Tuhan lainnya. Angin bertiup liar kian kemari seperti ingin membawa semua yang ada di tanah. Terlintas dalam benak laki-laki itu bagaimana jadinya jika ia disambar petir. Tubuhnya terbakar hangus seketika. Gosong. Atau tiba-tiba air bah datang dan menghanyutkan tubuhnya seperti sepotong kayu. Rasa sesal dan kesal menyeruak dalam dadanya. Betapa bodoh dan tololnya.

“ Dalam badai petir seperti ini, mungkin aku sudah berada di tempat tidur bersama tumpukan surat lamaran kerja.” Gumam Herlambang. 

             Sarjana lulusan dua tahun lalu ini masih saja kesal dengan suratan Tuhannya. Ya, penyesalan memang datang di belakang tapi mengapa usahanya selama ini pun tak kunjung membuahkan hasil. Belum lagi desakan agar segera menikah dari seorang ibu yang sudah renta. Bagaimana bisa, ia akan memberi makan perempuan beserta anaknya nanti sementara untuk menghisap satu batang rokok saja ia terpaksa hutang di warung sebelah. Memaksa menutup mata dan telinga menyingkirkan rasa malu. Sarjana pengangguran momok yang sangat memalukan. Tapi ia sudah kebal terhadap olok-olokan itu walau sebetulnya sakit didadanya. Merasa tersindir ditambah lagi diusianya yang ke-29 tahun ia masih bujang pengangguran. Apa masih ada perempuan yang rela menikah denganku? Kecuali perempuan tolol dan sangat dungu. Ia pun tak mau mempunyai istri seperti itu.
“Gini-gini aku juga pengen milih bu”
“Apa yang kamu pilih, yang kamu pilih belum tentu mau sama kamu”
“Setidaknya aku punya keinginan istri idaman”
“Iya kalau dia mau”
“Ya pasti mau bu”
“Mana buktinya?” Jawab ibunya dengan kesal.
“Bu…”
“Aku itu cuma pengen kamu kawin lihat cucuku sebelum gusti Allah manggil. Kerja apa saja boleh yang penting menghasilkan. Ditelateni”
Sedikit kesal dengan anaknya, wanita tua itu meninggalkannya sendiri duduk di teras rumah mengepulkan asap rokoknya. Yang ia harapkan bekerja yang layak lalu dapat menikah, menikah butuh kesiapan mental dan uang agar anak beserta istrinya tidak dalam kekurangan. Usaha demi usaha telah ia lakukan. Pekerjaan demi pekerjaan telah ia jalani. Beberapa bulan bekerja lalu mengundurkan diri. Begitu seterusnya. Dia berfikir tak pantaslah seorang sarjana bekerja menjadi kuli, penjaga toko atau menjadi satpam di suatu kantor. Tetapi itulah nyata yang pernah ia jalani. Dia mencicipi kerasnya hidup. Yang ia harap bekerja di dalam kantor. Duduk di kursi empuk dan mengerjakan lembaran kertas sembari mengecek laporan-laporan. Sangat kasihan jika ia hanya menjadi satpam saja. Nyatanya itu masih harapan kosong. Berharap ibunya mengerti apa kata hati.

\\\

Lulusan STM yang mengantarkanya bertahan di dunia mesin. Hati yang berkecamuk serasa tak sesuai dengan pekerjaan yang ia jalani kini. Lima bulan keinginannya keluar dari pekerjaan itu sangat kuat harus ia tahan bahkan semenjak baru dua hari ia bekerja di bengkel itu. Sangat memalukan, Tetapi jika dipikir lagi kehidupan ini tak semudah yang dipikirkan manusia. Semua ini Allah yang berkehendak manusia hanya membuat rencana, mengonsep setiap detik apa yang akan mereka lakukan dan selalu semua atas kehendak-Nya.
Siapa yang ingin mempunyai nasib seperti dia. Tidak seorang pun mau menjadi seperti itu lalu bagaimana jika usaha-usaha yang dilakukan jauh dari yang diharapkan. Sangat jauh sekali. Sempat terbesit pikiran bagaimana dengan sahabat-sahabatku dahulu ketika masa kuliahnya jarang kuliah, jarang mengerjakan tugas dan yang kerjaanya berteriak-teriak dijalanan demi menuntut keadilan.  Apa yang salah dengan diri ini.
“Pak bisa tambal ban? ban saya bocor..”
“Di sini bukan tambal ban mbak, kalau mau ada 300 meter ke utara dari sini. Mbak lurus saja” jawabkuWanita berjilbab dan serba hijau itu lalu menghela nafas panjangnya seperti aku kasihan. Tetapi buat apa aku kasihan. Tak seorang pun kasihan padaku. Termasuk juga ibunya yang selalu membayang-bayangi untuk menyuruh segera menikah.
“Ya sudah pak, matur suwun”
“Andai saya tidak repot . Saya akan bantu mbak nuntun sepeda motor mbak.”
“Iya pak tidak apa-apa”
Perempuan cantik berbusana anggun dalam kesederhanaan. Nampaknya perempuan itu pandai. Kesan pertama. Selang beberapa detik hatinya berubah. Dia menawarkan untuk mengantar perempuan itu. Menuntun motornya sementara perempuan itu menaiki sepeda kayuh. Meninggalkan pekerjaannya sejenak. Kasihan jika perempuan secantik itu dibiarkan memapah motor. Alangkah pecundangnya laki-laki yang hanya bisa melotot melihat dia disepanjang jalan.
Perempuan itu mencari alamat. Dia tak pernah ke daerah itu sebelumnya. Sebelum ia menceritakan lebih jauh. Lambang meninggalkan wanita itu lalu mengayuh sepedahnya.
“Sampai disini saja ya mbak, kerjaan saya tadi menunggu”
Dengan perlahan mengayuh sepeda tua itu dia meninggalkan perempuan itu yang  menunggui sepeda motornya yang akan segera diperbaiki tukang tambal ban.

\\\

Musim panen ini tak seberuntung musim lalu. Helaian tangkai demi tangkai yang ditancapkan ke bumi tak seberuntung musim panen lalu. Seperti tak mau berbiji lagi. Sebagai manusia tak bisa apa-apa. Lagi-lagi manusia hanya bisa berusaha dan berusaha tetapi Allah yang berkehendak. Sabar ibu. Dia sisihkan gajinya yang tak seberapa. Biar begitu sawah yang tak seberapa itu yang membesarkan dia, yang membayar tiap tagihan-tagihan perkuliahan. Yang mengais setiap semester kepada sawah dan keringat ayahanda. Sayangnya ayahnya telah menghadap panggilan Sang Kreator Agung.
“Sawah yang ada di desa Morodadi sepertinya lebih baik dijual. Bagaimana menurutmu ?”
“Lebih baik jangan bu. Pakai dahulu gaji yang tak seberapa ini.”
Ibu itu tahu niat anaknya. Tetapi lantas tak bisa ia menerima begitu saja. Dia akan lebih malu ketika mendengar dari mulut tetangga Sarjana Bujang pengangguran itu hutang lagi di warung. Lebih menyakitkan. Amat menyakitkan bagi seorang ibu.
“Selagi ibu bisa sendiri. Ibu tak ingin menyusahkan anak-anakku. Seperti saudara-saudaramu. Mana pernah ibumu minta pada mereka. ”
Ibu yang wajahnya sudah tak kencang lagi itu memang selalu saja membuat anaknya terenyuh. Serasa ingin menuruti tetapi menikah bukan hal yang mudah. Menikah bukan bisa saja dengan siapa-siapa. Ibu pun ingin yang terbaik. Tetapi benar juga. Jika mencari terbaik itu mustahil karena aku pun bukan lelaki terbaik. Sarjana yang bekerja di bengkel dengan gaji apa adanya. Gumam laki-laki itu dalam hatinya.
\\\

Hati yang berkecamuk. Sawah itu tak boleh dijual. Sawah peninggalan almarhum bapak. Melamun di jalan. Terlalu banyak persoalan. Ia mengalami kecelakaan, sepeda yang ia kayuh tertabrak mobil kencang, setelah menabraknya lalu kabur meninggalkan tubuh yang bersimbah darah.
Ia sadarkan diri. Disamping ia lihat sesosok perempuan berjilbab kuning kemerahan. Perempuan yang amat cantik. Hampir saja bibirnya mengatakan “apa aku telah disurga?” Ibu membawa tumpukan baju yang telah dicuci. Bertanya-tanya siapa gerangan wanita yang ia lihat sepintas itu.
“Kamu istirahat saja nak, kamu kecelakaan. Entah truk mana yang telah tega meninggalkanmu di  jalan. Untung ada Sofia yang membawamu menggunakan mobilnya”
Menghela nafas panjang. Yah, hanya itu. Dia memikirkan biaya rumah sakit, biaya nebus obat kalau bukan hasil menjual sawah dari mana lagi. Rasa kecewa pada diri sendiri menghampirinya lagi.
“Duh gusti….., cobaan apa lagi yang Engkau beri.”
Perempuan itu kembali lagi. Sepertinya Lambang mengenal perempuan itu. Yah perempuan yang ia tolong waktu itu. Perempuan itu ingin berbalas budi atas pertolongan kecil tempo hari. Ia membayar semua biaya pengobatan beserta penginapan. Ibunya bercerita benyak tentang perempuan itu. Pun juga mengagumi perempuan itu.
Lambang memandangi wajah ayunya. Dan ia tersentak tiba-tiba datang seorang anak perempuan yang memanggil wanita itu dengan sebutan “Umi”. Dia sudah berkeluarga. Pupus sudah harapan Lambang. Yah sepertinya kalau dia menjadi jodohku itu hanya dalam sinetron saja.
“Pak,masih ingat dengan saya?”
“Iya, Alhamdulillah masih”
“Saya yang waktu itu, ban saya bocor dan bapak yang menolong saya. Masih ingat kan? Saya mencari alamat dan ternyata betul alamat yang saya cari adalah rumah bapak. Abah saya memberi amanah kepada saya untuk mencari njenengan. Abah saya punya pondok namanya At-Taqwa. Mungkin bapak yang lebih mengerti untuk apa saya diamanahi  itu”
Perempuan itu menyodorkan surat kepada Lambang. Perempuan itu adalah putri dari Kyai yang memiliki pondok dimana Lambang pernah tinggal untuk menimba ilmu. Bertahun-tahun ngabdi di pondok, mengajar sntri disana. Itulah salah satu sebab Lambang telat melanjutkan kuliah. Kembali lagi, mengenai mengapa anaknya yang diamanahi, Lambang pun masih belum mengerti. Setidaknya Beliau menyuruh santrinya pun bisa.
Kemudian Lambang membaca isi surat tersebut. Seolah terperangah dengan isi surat itu, Lambang dengan raut bingung dan wajah yang bahagia berbinar-binar tak menyangka, kalau Sang Kyai menjodohkan perempuan cantik anak kyainya itu untuk jadi istrinya. Seraya dalam kebingungan itu Lambang mengucapkan syukur atas apa yang telah diterimanya.
Segera Lambang menjelaskan isi surat tersebut pada semua yang ada di ruangan saat itu. Dan semua Alhamdulillah menerima apa yang telah diamanahkan dalam surat tersebut.
\\\

Tak lama kemudian keduanya melangsungkan akad nikah dan kehidupan mereka sebagai suami istri pun berjalan dengan baik dan bahagia.

Kebaikan akan berbuah kebaikan. Padi menguning dan akan segera dipanen.Perempuan janda muda itu pun akan segera dipinang. Laki-laki itu menemukan pekerjaan yang layak baginya dan juga jodoh yang baik untuknya. Tidak harus menjual sawah. Biarlah sawah dan seisi tanaman didalamnya menguning merunduk mengikuti waktu yang telah ditentukan Tuhan. Bersabar, bertahun-tahun lamanya dan padi pun segera menguning. Dipanen.

Karya : Eny Martya / 085606500049 

Reka-reka

Iklan Baris Laris

https://www.facebook.com/pages/Aneka-Jajanan-Jawa/782122325192575
Blue Fire Pointer

Cari Produk Yang Lain